Kenapa Orang di Jerman Waktu Kerja Sedikit, Banyak Libur, Tapi Tetap Lebih Produktif dari Orang Indonesia?
Biasanya apa yang anda rasakan selama bekerja menjadi karyawan? Jenuh? Bosan? Kurang puas dengan Gaji yang sedikit? Cuti Kerja sedikit? Jatah Libur kurang? Akan tetapi Kerja Full?
Mungkin itu memang hampir rata-rata yang dialami kebanyakan kerja seorang karyawan di Indonesia.
Namun ternyata hal yang seperti diatas tidak dirasakan oleh mereka yang bekerja di Jerman. Mungkin memang tulisan ini hanya terkesan membuat mereka yang bekerja sebagai karyawan di Indonesia, akan semakin iri dan menderita karena melihat nasib yang berbeda dengan karyawan yang bekerja di Jerman.
Namun kami berharap, semoga saja tulisan ini juga dibaca oleh para pimpinan atau para Big Bos, supaya ada perbaikan dalam sistem kerja di Indonesia.
Namun yang tidak kalah penting juga, sebagai karyawan, kita juga harus bisa mengikuti kebiasaan baik yang dilakukan oleh para karyawan yang ada di Jerman. Jadi, jangan hanya nuntut hak, tapi harus tanggungjawab dengan kewajiban utama sebagai karyawan.
Berikut ini kami kutipkan sebuah cerita dan pengalaman seseorang yang pernah ngobrol dan bertemu langsung dengan mereka yang pernah bekerja di Jerman.
Dalam cerita ini, kisah aslinya ditulis oleh Yogie Fadila seorang kontributor di hipwee.com, jadi ketika dalam tulisan setelah ini ada sebutan kata "Saya", maka itu artinya kata "Saya" dimaksudkan sebagai "Yogie Fadila". Sumber asli tulisan ini berjudul "WHY GERMANS WORK FEWER HOURS BUT PRODUCE MORE: A STUDY IN CULTURE".
![]() |
gambar: ocdn.eu |
Dia bertugas dari jam 6 petang hingga 12 tengah malam — 6 jam kerja sehari, 5 hari sepekan. Enak banget?
Ada yang lebih enak lagi: dia diberi cuti selama 6 minggu oleh atasannya, dengan gaji yang tetap dibayar penuh plus uang saku untuk liburan.
Saya pun jadi penasaran: apakah kultur kerja di Jerman memang sesantai itu?
Bagaimana bisa dengan kerja yang tapi masih bisa memperoleh penghasilan yang cukup?
Bagaimana bisa mereka meninggalkan pekerjaan selama berminggu-minggu tanpa sedikit pun rasa khawatir dan bikin bos kalang kabut?
Yuk, sama-sama kita pelajari budaya dan etos kerja yang diterapkan oleh orang di Jerman sana!
#1 Jam Kerja Hanya untuk Kerja. Titik!
![]() |
gambar: www.cartrust-master.com |
Itu berarti tak ada waktu buat bergosip dengan rekannya, membuka Facebook dan media sosial lainnya, apalagi belanja online. Kebiasaan berlagak sibuk (padahal lagi nge-Kaskus) saat bos kamu menghampiri merupakan perilaku yang tak bisa diterima dalam dunia kerja Jerman.
Nah, bagi kamu yang masih buka media sosial atau chat di ponsel pintar, ayo ditutup dulu. Kembali ke pekerjaan, fokus!
Ketika sedang bekerja orang Jerman terkenal sangat fokus dan rajin, kamu bisa datang dan pergi dari kantor sewaktu-waktu asalkan sudah menyelesaikan pekerjaanmu.
Jadi, tak ada aturan ketat masuk jam 9 pulang jam 5. Mereka selalu berusaha fokus dan cekatan dalam bekerja, sehingga produktivitas yang tinggi bisa tercapai dalam waktu yang singkat.
#2 Kualitas Jauh Lebih Penting daripada Kuantitas
![]() |
gambar: burdimotors.com |
Mereka memblokir semua gangguan dari luar dan dalam diri demi menyelesaikan kewajiban, lalu segera kembali ke keluarga dan komunitas untuk memelihara keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan. Lagipula, buat apa pamer sudah kerja lembur hingga 12 jam kalau sebagian besar pekerjaannya diisi oleh membuka Facebook, ngerumpi, serta berbasa-basi?
#3. Jarang melakukan Rapat dan Pertemuan
Kalau kultur kerja di Indonesia terbiasa dengan kebiasaan beramah-tamah, santai dan lebih banyak basa-basi demi menjalin keakraban, kultur kerja di Jerman menitikberatkan pada kualitas, bekerja secara individu, dan segera pulang setelah selesai pekerjaannya.Memang benar mereka lebih suka bekerja sendiri dan tertutup jika itu dipandang bagus buat diri dan kantornya. Seringkali mereka mengambil istirahat siang yang panjang agar bisa bekerja di luar kantor dan lebih fokus. Jadi, jangan heran melihat mereka jarang ngumpul buat rapat atau ngobrol soal kerjaan. Bagi mereka, less social time is more work time.
#4 Tidak Cemas Jika Kehilangan Pekerjaan
Jika mereka berminggu-minggu libur dan cuti, apa mereka gak takut kehilangan pekerjaan? Mau bayar tagihan pakai apa?Tenang, selain karena libur dan cuti tersebut dimandatkan oleh negara, orang Jerman gak terlalu cemas jika mereka gak punya pekerjaan. Itu karena pemerintah Jerman selalu berusaha membahagiakan rakyatnya dengan menyediakan layanan kesehatan gratis, biaya kuliah gratis, dan santunan kepada anak-anak kecil.
Orang Jerman bebas dari rasa cemas karena beberapa tagihan mereka udah ditanggung oleh pemerintah. Akibatnya mereka jadi jauh lebih bahagia, lebih produktif, dan seluruh waktunya dicurahkan untuk pekerjaan dan keluarga, bukan fokus buat memikirkan tunggakan bulanan.
#5. Banyak Hari Libur
Dalam setahun, masyarakat Jerman menikmati ‘libur yang dimandatkan negara’ (mungkin sama dengan ‘cuti bersama’ atau ‘libur nasional’ kalau di Indonesia) yang banyak banget. Kalau ditotal, bisa mencapai 6 minggu dalam setahun.Bayangkan, kamu gak harus pergi kerja selama 6 minggu sementara gaji kamu tetap dibayar penuh. Itu belum termasuk 25-30 hari jumlah cuti (padahal yang dianjurkan cuma 20 hari) yang boleh diambil dalam setahun, itu artinya jika bisa pandai-pandai mengatur jadwal liburan, mereka bisa traveling ke tempat jauh sekalian seperti yang Severin lakukan di atas.
Lalu apa hubungannya liburan dengan produktivitas kerja? Selain liburan membuat kamu lebih fresh saat kembali ke kantor, kita juga harus menggunakan kacamata orang Jerman dalam melihat liburan. Bagi mereka, liburan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Sedangkan kita hanya menganggap liburan sebagai bonus/hadiah dari pekerjaan.
#6. Suka Komunikasi Langsung
Saat kita orang Indonesia mengagungkan budaya basa-basi, orang Jerman tetap bisa asik tanpa banyak basa-basi. Karyawan di Jerman akan bicara langsung kepada atasannya mengenai laporan yang ia buat, bawahan juga gak segan untuk menanyakan kenapa performa kerjanya dianggap menurun. Atasan mereka juga lebih suka menggunakan perintah langsung seperti “Saya butuh kerjaan kamu jam 3 sore ini” daripada “Gak buru-buru, kok. Tapi kalau bisa selesai jam 3, bagus.”Coba intip daftar susunan acara rapat di kantor-kantor Jerman. Kamu gak akan menemukan mata acara ‘Sambutan’ dari Pak ini dan Bu itu. Apalagi mata acara ‘Ramah Tamah’. Semua dilakukan langsung pada intinya, tanpa perlu adanya pencair suasana.
#7 Memisahkan Pekerjaan dari Kehidupan Pribadi
Bahkan pemerintah Jerman berencana untuk melarang pengiriman email yang berhubungan dengan kerjaan setelah jam 6 sore, supaya pekerja di sana bisa beristirahat.
Bagi mereka, hari libur benar-benar dimanfaatkan untuk berlibur. Akhir pekan dimanfaatkan untuk bercengkrama dengan keluarga dan berbaur dengan masyarakat melalui komunitas minat khusus seperti klub musik, klub olahraga, klub pecinta binatang, klub hiking dan sebagainya. Bahkan di desa terkecil di Jerman terdapat beberapa klub, hingga mereka gak melewatkan akhir pekan dengan malas-malasan di depan TV.
Kultur kerja masyarakat Jerman memang gak bisa disamakan dengan gaya di Indonesia. Namun, sebenarnya dari beberapa contoh di atas kamu bisa mempelajari beberapa ilmu.
Keuletan dan usaha mereka menyeimbangkan antara ‘work’ dengan ‘play’ bisa kamu tiru. Pola komunikasi langsung pada intinya bisa menghemat waktu, meningkatkan efisiensi, dan memperjelas percakapan antar rekan kerja. Menutup media sosial saat bekerja akan membantu fokus dan gak mudah terdistraksi. Lalu, nikmatilah akhir pekan kamu tanpa gangguan smartphone dan internet agar otak kamu lebih bugar saat kembali ke kantor nanti.
wah perlu ditiru
ReplyDeleteYang ditakutkan kalau di Indonesia itu yg ditiru hanya urusan liburanya aja, soal kinerjanya ditakutkan malah tambah males hehe
ReplyDeleteOrg indo hanya senang naik gaji.. dan liburan... kerja-nya ogal2an... kerja telat pulang sejam aja... udah merasa tidur semalam dikantor.... indonesia masih jauuuuuuuuuuh....
ReplyDeleteNah itu dia, jadi memang susah kayaknya sih, soalnya ini soal mental...
ReplyDelete